Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI CURUP
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2020/PN Crp 3.Drs Syamsul Effendi, MM Bin H Muhammad Rusli
4.Hendra Wahyudiansyah Bin Ahmad Hijazi
KEPALA KEPOLISIAN RESOR REJANG LEBONG Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 21 Jul. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2020/PN Crp
Tanggal Surat Senin, 20 Jul. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Drs Syamsul Effendi, MM Bin H Muhammad Rusli
2Hendra Wahyudiansyah Bin Ahmad Hijazi
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESOR REJANG LEBONG
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 menegaskan bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP mengatur objek praperadilan yang meliputi sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Terkait ketentuan tersebut, maka Mahkamah Konstitusi memberikan pandangan bahwa penetapan tersangka merupakan objek praperadilan menurut KUHAP atau apakah Pasal 77 huruf a KUHAP dapat ditafsirkan sebagai mengandung makna bahwa penetapan tersangka merupakan objek praperadilan.
  2. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
  3. Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.
  4. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”
  5. Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
  6. Bahwa, Pemohon belum ditetapkan menjadi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kab. Rejang Lebong oleh KPU Kab. Rejang Lebong.
  7. Bahwa, Pemohon telah memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2017  tentang Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 tentang Penyerahan Dukungan Pasangan Calon Perseorangan.
  8. Bahwa, berdasarkan Peraturan Komisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor  3  Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan /atau Walikota dan Wakil Walikota Pasal 23 ayat (3) yang berbunyi Dalam hal pendukung menyatakan tidak memberikan dukungannya, pendukung mengisi Lampiran Berita Acara Model BA.5-KWK Perseorangan, dan namanya dicoret dari daftar dukungan.
  9. Bahwa, pada faktanya hingga saat ini Panitia Pemungutan Suara  masih dalam proses verifikasi faktual sehingga penetapan Tersangka oleh Kepala Kepolisian Resor Rejang lebong terhadap Pemohon (Syamsul Effendi dan Hendra Wahyudiansyah) bertentangan dengan asas ultimum remedium dimana dalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa upaya pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.
  10. Bahwa, Pemohon melaui kuasa hukumnya telah membuat pengaduan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu  Republik Indonesia terhadap Bawaslu Kab. Rejang Lebong yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Prilaku Penyelenggara Pemilu, dimana fakta persidangan Bawaslu Kabupaten Rejang Lebong  tidak dapat membuktikan alat bukti yang dilampirkan dan telah diputus oleh pihak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia No. 56-PKE-DKPP/V/2020 tanggal 08 Juli 2020, Bawaslu Kabupaten Rejang Lebong terbukti telah melanggar kode etik dan Pedoman Prilaku Penyelenggara Pemilu.
  11. Bahwa, perbuatan pemohon murni merupakan tindakan administrasi yang diatur dalam Peraturan Komisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor  3  Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan /atau Walikota dan Wakil Walikota dan tidaklah termasuk dalam tindak pidana “setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi calon bupati dan calon wakil bupati”, dimana data-data dukungan dari pendukung yang Pemohon berikan sesuai dengan identitas sebenarnya para pendukung sesuai administrasi dan telah dilakukan verifikasi Adminstrasi, namun pada verifikasi Faktual oleh PPS adanya Pendukung yang menyatakan tidak memberikan dukungan kepada Pemohon sebagai Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Kab. Rejang Lebong, namun hal tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor  3  Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan /atau Walikota dan Wakil Walikota Pasal 23 ayat (3) yang berbunyi Dalam hal pendukung menyatakan tidak memberikan dukungannya, pendukung mengisi Lampiran Berita Acara Model BA.5-KWK Perseorangan, dan namanya dicoret dari daftar dukungan, sehingga perbutan tersebut bukanlah tindak pidana yang disangkakan.

II. PETITUM

Berdasar pada argumen dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rejang Lebong yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

  1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Pasal 184 UU Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU jo Pasal 55 Ayat 1 Ke 1e Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Rejang Reserse Kriminal Umum adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
  4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Pemohon sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rejang Lebong yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rejang Lebong yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya